Bukan Cuma Storytelling, Sekarang Saatnya Bikin Konten Storyselling!
Kalau kamu udah lama berkecimpung di dunia media sosial atau marketing, pasti udah nggak asing lagi sama istilah storytelling. Itu lho, cara menyampaikan konten atau pesan lewat cerita yang menarik. Biasanya, konten storytelling ini digunakan buat bikin koneksi emosional sama audiens, biar brand kamu nggak cuma dilihat sebagai penjual produk, tapi juga punya nilai lebih.
Nah, sekarang ada tren baru yang lagi booming, namanya storyselling. Kedengeran mirip? Iya, tapi beda. Kalau storytelling lebih fokus ke cerita, storyselling adalah kombinasi antara bercerita dan menjual produk atau jasa secara halus.
Contohnya? Kamu pasti pernah denger soal Blogilates aka Popflex. Ini salah satu brand yang sukses banget dalam memadukan storytelling dan hardselling jadi storyselling. Coba aja cek konten mereka di Instagram atau YouTube, semua postingan terasa kayak cerita yang relatable, tapi diam-diam juga menjual produk. Tanpa sadar, kamu pengen beli produk mereka karena cara penyampaiannya yang nggak terasa seperti iklan. Nah, inilah seni dari storyselling!
Apa Itu Storyselling?
Sebelum kita lanjut, yuk kita bedah dulu apa itu storyselling. Sederhananya, storyselling adalah metode menjual produk atau jasa dengan cara mengisahkan sebuah cerita yang menggugah hati atau relevan bagi audiens. Tujuannya jelas: bikin orang tertarik, bukan cuma pada produk kamu, tapi pada cerita di balik produk tersebut.
Berbeda dengan hardselling yang to the point "BELI SEKARANG!" atau “DISKON 50%!", storyselling lebih halus. Kamu ngajak audiens masuk ke dalam cerita, mengenal karakter, memahami latar belakang, dan akhirnya merasa bahwa produk yang kamu tawarkan adalah solusi dari masalah dalam cerita tersebut.
Kenapa Storyselling Itu Powerful?
Emosional dan Relatable
Orang lebih mudah terhubung dengan cerita yang emosional dan dekat dengan kehidupan mereka. Misalnya, Popflex sering banget ngomongin soal body positivity, self-care, dan healthy living. Audiens yang merasa relate sama topik ini jadi lebih tergerak untuk ikut "perjalanan" yang ditawarkan.Mengurangi Resistensi Konsumen
Storyselling mengurangi tekanan konsumen untuk beli produk. Daripada merasa dipaksa beli karena iklan yang terus-terusan nyuruh mereka beli, mereka malah merasa “Oh, produk ini kayaknya emang cocok buat aku”. Ini yang bikin storyselling lebih efektif ketimbang hardselling.Membentuk Hubungan Jangka Panjang
Karena storytelling melibatkan emosi, audiens nggak cuma bakal beli sekali, tapi bisa jadi loyal customer. Hubungan emosional yang terbangun lewat cerita bisa bikin orang terus ingat sama brand kamu, dan mereka balik lagi di kemudian hari.
Cara Bikin Konten Storyselling yang Efektif
Oke, kita udah tahu kenapa storyselling itu powerful. Sekarang, gimana cara bikinnya? Berikut beberapa tips buat kamu yang mau mulai beralih dari hardselling ke storyselling.
Kenali Audiens Kamu
Penting banget buat tahu siapa target audiens kamu. Mereka suka cerita yang seperti apa? Apakah cerita tentang overcoming challenges, achieving dreams, atau mungkin cerita seputar keluarga? Semakin kamu paham apa yang bisa menyentuh hati mereka, semakin efektif storyselling kamu.Bangun Cerita yang Relevan
Coba ciptakan karakter atau situasi yang bisa dimengerti oleh audiens. Misalnya, kalau produk kamu adalah produk kesehatan, cerita tentang orang yang struggle untuk hidup sehat bisa jadi angle yang bagus. Tampilkan produk kamu sebagai solusi, tapi bukan dalam bentuk ajakan langsung untuk beli.Fokus Pada Solusi, Bukan Produk
Storyselling itu lebih fokus pada solusi yang ditawarkan produk, bukan produk itu sendiri. Kamu harus bisa menyampaikan bagaimana produk kamu bisa membantu menyelesaikan masalah audiens tanpa terdengar seperti "jual kecap".Tambahkan Sentuhan Emosi
Storyselling yang baik selalu melibatkan emosi. Bisa rasa haru, tawa, atau bahkan semangat. Emosi ini yang akan menggerakkan audiens untuk action. Contohnya, Popflex sering memunculkan emosi "self-love" dalam setiap kontennya. Dengan begitu, orang-orang yang struggling dengan self-image jadi merasa relate dan tertarik.Call to Action yang Halus
Di akhir cerita, jangan lupa sisipkan call to action (CTA) yang nggak terkesan memaksa. Buatlah CTA yang terdengar seperti bagian dari cerita itu sendiri. Misalnya, alih-alih "Beli Sekarang!", kamu bisa bilang "Kamu juga bisa ikut perjalanan self-love ini dengan produk kami."
Kesimpulan
Di era di mana audiens semakin pintar memilih mana iklan yang terlalu memaksa dan mana yang genuine, storyselling jadi senjata ampuh buat brand yang pengen tetap relevan di mata konsumen. Bukan cuma soal jualan, tapi juga soal membangun hubungan jangka panjang dengan audiens. Kalau kamu masih pakai pendekatan hardselling, mungkin ini saatnya kamu beralih dan mulai bikin konten storyselling.
Jadi, udah siap beralih dari storytelling ke storyselling?
FAQ Unik:
Apa bedanya storytelling dengan storyselling?
Storytelling fokus pada bercerita tanpa ada unsur jualan, sedangkan storyselling menggabungkan cerita dengan unsur penjualan yang halus.Kenapa storyselling lebih efektif daripada hardselling?
Karena storyselling membangun hubungan emosional dan mengurangi resistensi konsumen untuk membeli, sehingga audiens merasa lebih nyaman dan terdorong untuk beli.Apakah semua jenis produk bisa dijual dengan storyselling?
Hampir semua produk bisa dijual dengan storyselling, asalkan kamu bisa menemukan sudut pandang cerita yang relevan dengan audiens.Apakah storyselling memakan waktu lebih lama untuk membuat konten?
Memang butuh waktu lebih banyak untuk membuat cerita yang baik, tapi dampaknya jauh lebih besar dan efektif dalam jangka panjang.Bagaimana cara memulai storyselling untuk bisnis kecil?
Mulailah dengan mengenali audiens kamu, bangun cerita yang relatable, dan fokus pada bagaimana produk kamu bisa jadi solusi untuk masalah mereka.